Senin, 15 April 2013

Analisis Transaksional



 Dina Fenisha Azmi
19510120
3PA02
Psikoterapi

 Analisis Transaksional adalah salah satu pendekatan psikoterapi yang menekankan pada hubungan interaksional. Analisis Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan danarah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka prosesterapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri

Teori analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964), yangditulisnya dalam buku games people play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang mendasar.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan.
Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang dipertukarkan adalah
pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan
untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di
dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan).

Analisis Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti deterministic yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Gringkers’s mengemukakan pandangannya bahwa hakikat hidup manusia selalu ditempatkan dalam interaksi dan interelasi sebagai dasar bagi pertumbuhan dirinya. Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga status ego.

Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orangtua (Parent= P. exteropsychic);
sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic).
Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun
orangtua).
Sikap orangtua yang diwakili dalam perilaku dapat terlihat dan terdengar dari tindakan maupun tutur kata ataupun ucapan-ucapannya. Seperti tindakan menasihati orang lain, memberikan hiburan, menguatkan perasaan, memberikan pertimbangan, membantu, melindungi, mendorong untuk berbuat baik adalah sikap yang nurturing parent (NP).

Sebaliknya ada pula sikap orang tua yang suka menghardik, membentuk,
menghukum, berprasangka, melarang, semuanya disebut dengan sikap yang critical
parent (CP). Setiap orang juga menurut Berne memiliki sikap orang dewasa. Sikap orang
dewasa umumnya pragmatis dan realitas. Mengambil kesimpulan, keputusan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Suka bertanya, mencari atau menunjukkan faktafakta, bersifat rasional dan tidak emosional, bersifat objektif dan sebagainya. sikap lain yang dimiliki juga adalah sikap anak-anak. Dibedakan antara natural child (NC) yang ditunjukkan dalam sikap ingin tahu, berkhayal, kreatif, memberontak. Sebaliknya yang bersifat adapted child (AC) adalah mengeluh, ngambek, suka pamer, dan bermanja diri. Ketiga sikap itu ibarat rekaman yang selalu diputar-putar bagai piringan hitam dan terus bernyanyi berulang-ulang di saat dikehendaki dan dimungkinkan. Karenanya maka sering anda berkata : si Pulan sangat dewasa; si Iteung kekanak-kanakan; atau si Ucok sok tua, mengajari atau menggurui. Bagaimana cara mengetahui sikap ego yang dimiliki setiap orang? Berne mengajukan empat cara, yaitu:
1. Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang digunakannya. Tingkah
    laku nonverbal tersebut pada umumnya sama namun dapat dibedakan kodekode
    simbolnya pada setiap orang sesuai dengan budaya yang melingkupinya. Di samping |     
    nonverbal juga melalui verbal, misalnya pilihan kata. Seringkali (umumnya) tingkah laku
    melalui komunikasi verbal dan nonverbal berbarengan.
2. Mengamati bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan orang lain.
    Dominasi satu sikap dapat dilihat kalau Pulan sangat menggurui orang lain
    maka Pulan sangat dikuasai oleh P dalam hal ini critical parent. Si Iteung suka
    ngambek maka Iteung dikuasai oleh sikap anak. Si Ucok suka bertanya dan mencari fakta-
    fakta atau latar belakang suatu kejadian maka ia dikuasai oieh sikap dewasa.
3. Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil; hal demikian dapat
    terlihat misalnya dalam ungkapan : buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Cara
    berbicara, gerak-gerik nonverbal mengikuti cara yang dilakukan ayah dan ibunya yang   
    anda kenaI.
4. Mengecek perasaan diri sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks, tempat  
    tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang tua, dewasa, ataupun
    anak-anak sangat menguasai mempengaruhi seorang. Berne juga mengajukan
    rekomendasinya untuk posisi dasar seseorang jika berkomunikasi antarpribadi secara   
    efektif dengan orang lain. Ada empat posisi yaitu :
1. Saya OK, kamu OK (I’m OK., you’re OK)
2. Saya OK, kamu tidak OK (I’m OK, you’re not OK)
3. Saya tidak OK, kamu OK (I’m not OK, yo/ire OK)
4. Saya tidak OK, kamu tidak OK (I’m not OK, you’re not OK).

Di dalam naskah manusia, ada dua pilihan. Naskah itu menggriskan bahwa ia adalah manusia yang beres atau OK. Artinya, secara mendasar, ia tidak lebih baik atau lebih buruk dari orang lain. Ia memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Pilihan kedua ialah ia membangun suatu naskah yang menggariskan bahwa pada dasarnya ialah seorang yang tidak beres atau tidak ok. Drama hidup atau perilaku yang ditampilkan seseorang dipengaruhi posisi dan
gambar diri yang ia pilih. Pada tahun 1958, Dr. Eric Berne memperkenalkan Transactional Analysis sebagai suatu metode psikoterapi. Kini Transactional Analysis berkembang sebagai suatu alat untuk meningkatkan komunikasi dalam berbagai bidang seperti: kepemimpinan, bisnis, pendidikan, dan industri. Transactional Analysis itu sendiri bertujuan untuk meningkatkan komunikasi dan memahami perilaku manusia. Transactional Analysis melatih kita berfokus pada "orang" yaitu pada posisinya, respons dan stimulus yang diberikan atau diterima. Pertukaran stimulus-respons itu disebut transaction. Transaksi itu terlihat ketika orang berkomunikasi, baik dengan kata, nada suatu atau isyarat (verbal atau nonverbal).
Contoh:
Jika seseorang berkata "Halo" pada anda (Halo merupakan stimulus), dan Anda
tersenyum, senyum Anda itu adalah respons. Maka terjadilah suatu transaksi.
Transaksi sebenarnya tidak semata-mata terjadi di antara "manusia", tetapi
juga terjadi "di dalam” benak manusia itu, yaitu terjadi di antara segmen kepribadian
yang disebut ego states. Hal inilah yang disebut internal transaction.
Contoh:
Anda tidak menyetujui pidato seseorang. Di satu pihak Anda mengatakan pada diri
sendiri, "Aku harus membantah". Di pihak lain Anda mengatakan pada diri sendiri,
"Jangan cari ribut".
Suatu transaksi terdiri dari suatu stimulus ego state tertentu dari seseorang dan
suatu ego state yang lain atau sama dari mitra komunikasi. Namun transaksi yang
terjadi antar "ego state" tidaklah semata-mata tergantung kepada "ego state" yang
direfleksikan dalam kata-kata (verbal), akan bergantung pada faktor-faktor lain, yang
berhubungan dengan psikologi dan sosial

sumber
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=0CEQQFjAE&url=http%3A%2F%2Fedwi.dosen.upnyk.ac.id%2FPSIKOM.12.pdf&ei=PRNsUdvtMpDOrQf5sICoDw&usg=AFQjCNEfVbzUD6K8tCzP44lRYUqQ-KD-0g&sig2=uX4vQPRw6vMBgj_-SsZjpA&bvm=bv.45175338,d.bmk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar