Dina Fenisha Azmi
19510120
3PA02
Psikoterapi
Terapi perilaku (behavior therapy) dan pengubahan perilaku (behavior
modification) atau pendekatan perilaku dalam konseling dan psikoterapi,
adalah salah satu dari beberapa “revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi,
khususnya konseling dan psikoterapi (Gunarsa, 1992:191). Revolusi-revolusi yang
lain adalah psikoanalisis dan pendekatan berpusat pada klien. Pendekatan
perilaku dianggap sebagai salah satu wujud revolusi dalam konseling dan
psikoterapi karena ia mengembangkan teori dan praktik terapi yang khas, yaitu
memandang tingkah laku manusia dipandang sebagai respon-respon terhadap stimuli
--- tingkah laku merupakan hasil belajar, bukan determinan sebagaimana
pandangan psikoanalisis---, eksternal dan internal, dan karena itu tujuan
konseling adalah sedapat mungkin untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode
stimulus-respon (S-R), jadi analog dengan psikologi eksperimental.
Pendekatan perilaku yang bersumber pada aliran Behaviorisme pada mulanya
tumbuh subur di Amerika dengan tokohnya yang terkenal ekstrim, yaitu John
Broadus Watson. Pendekatan ini menitikberatkan peranan lingkungan, peranan
dunia luar sebagai faktor penting di mana seseorang dipengaruhi, seseorang
belajar. Aliran ini memandang perkembangan seseorang sebagai “seorang tumbuh
menjadi seperti apa yang terbentuk oleh lingkungan”. Peranan lingkungan
dijelaskan oleh Watson sebagai patently rejected the emphasis on heredity in
explaining human characteristics and instead placed it all on environment. He
even boasted that, if he were given ten healthy infants and allowed complete control
over their environments, he could make any on of them a baker, banker, thief,
carpenter, you name it (Reilly & Lewis 1983:98).
Dengan demikian pendekatan ini memandang manusia sebagai organisme yang neutral-passive,
lingkungan dan perlakuanlah yang dapat merubah tingkah laku seseorang. Ulmann
dan Krasner (1965) menunjukkan banyak bukti tentang keefektifan pendekatan
perilaku dengan menghimpun berbagai tulisan para ahli pendekatan perilaku dalam
buku Case Studies in Behavior Modification.
Sejarah pendekatan perilaku dalam konseling atau konseling behavioral
(Rosyidan, 1994:4-6) bermula pada Ivan Sechenov (1829-1905), bapak fisiologi
Rusia. Struktur hipotetiknya dikembangkan sekitar 1863, yang memandang
fungsi-fungsi otak sebagai pancaran refleks, yang mempunyai tiga komponen:
input sensorik, proses, dan “efferent-outflow”. Menurut Sechenov, semua
tingkah laku terdiri atas respon-respon kepada stimulasi-stimulasi, dengan
interaksi-interaksi dari rangsangan dan hambatan yang beroperasi pada bagian
sentral dari pancaran refleks. Dengan menggunakan model ini, Pavlov (1849-1936)
memulai serangkaian eksperimen klasik di mana respon-respon air liur pada
anjing dirangsang dengan berbagai stimuli. Pada eksperimen ini ia
mendemonstrasikan banyak fenomena yang kemudian diperluas kepada semua tipe
belajar. Penterjemahan karya Pavlov ke dalam bahasa Inggris tahun 1927
mendorong pengambilalihan pendekatan behavioristik dalam mempelajari psikologi
di Amerika Serikat, dan kemudian dikenal sebagai kondisional klasik (classical
conditioning). Implikasi teori Pavlov dalam konseling adalah perilaku
konseli dapat dilatih dengan menggunakan koneksi antara stimulus dengan respon,
perilaku yang tidak dikehendaki dilatih menjadi perilaku yang dikehendaki.
Hasil-hasil penelitian dan tulisan E.L. Thorndike (Gunarsa, 1992:192)
mengenai proses belajar dengan hadiah yang menghasilkan hukum efek (law of
effect) pada tahun 1898, 1911, 1913 juga memberikan sumbangan penting dalam
pendekatan perilaku. Teori Thorndike tersebut selanjutnya dikenal sebagai
kondisioning aktif (operant conditioning) dan perilaku instrumental.
Implikasinya dalam konseling adalah dengan melakukan hukum efek, perilaku
konseli yang tidak dikehendaki berubah menjadi perilaku yang dikehendaki.
Studi yang paling penting dalam psikologi dilakukan oleh Watson dan Rayner
(1920), yang menggunakan seorang anak sebagai subjek untuk menunjukkan bahwa
rasa takut itu dipelajari (conditioned). Penurunan dari saran-saran
Watson dan Rayner menjadi teknik-teknik inti dalam konseling behavioral.
Penggunaan istilah behavioral counseling pertama kali dikemukakan
Krumboltz dari Stanford University (1964). Pada dekade 50-an konseling dialami
sebagai filsafat hidup yang menekankan pada segi hubungan dan setting
wawancara. Konseling kurang memperhatikan metodologi ilmiah seperti observasi
dan eksperimen. Hubungan konselor dan klien dipandang sebagai metode konseling
atau hatinya konseling. Terapi behavioral telah menemukan
perubahan-perubahan yang penting dan telah banyak berkembang. Terapi ini tidak
lagi secara eksklusif berpijak pada teori belajar, dan juga bukan perangkat
teknik yang didefinisikan secara sempit. Terapi behavioral kontemporer mencakup
berbagai konseptualisasi, metode penelitian, dan prosedur penanganan untuk
menjelaskan dan mengubah perilaku, dan juga perdebatan yang cukup seru tentang
bukti adanya hasil yang diinginkan (Kadzin & Wilson, 1978 dalam Corey,
1995:413). Lazarus dianggap sebagai salah satu perintis dari terapi behavioral
klinis. Oleh karena itu ia telah memberikan sumbangan dalam hal memperluas
dasar konseptualnya dan memperkenalkan teknik klinis yang inovatif.
Konsep-konsep Dasar Pendekatan Perilaku
Rosyidan (1994:-6-7) dan Natawidjaja (1987:192-196) nampaknya sepakat
tentang konsep-konsep pokok atau konsep dasar dalam pendekatan perilaku itu,
yaitu pemusatan pada perilaku yang tampak dan khusus, tujuan terapetik yang
tepat, perumusan rancangan kegiatan dan penerapan metoda-metoda yang
berorientasi tindakan, penilaian objektif terhadap hasil dan balikan.
Keempat konsep dasar dalam pendekatan perilaku, dipaparkan dalam uraian
berikut ini.
·
Pemusatan pada Perilaku yang Tampak dan Khusus
Pendekatan
perilaku tidak didasari oleh teori tertentu yang khusus. Pendekatan ini merupakan
pendekatan induktif yang menerapkan metoda eksperimen di dalam proses
terapetik. Pendeknya dapat dikatakan bahwa pendekatan ini merupakan model
konseling yang mempunyai banyak teknik tetapi memiliki hanya sedikit konsep.
Dalam hal ini Wolpe (1969) mengartikan terapi perilaku itu sebagai penggunaan
prinsip-prinsip belajar yang disusun berdasarkan eksperimen untuk tujuan
mengubah perilaku yang tidak sesuai.
Sesuai dengan semangat metode
eksperimental, maka hal utama yang perlu diperhatikan dan dilakukan konselor
dan klien dalam konseling perilaku itu adalah menyaring dan memisahkan perilaku
yang bermasalah itu dan membataskan secara khusus perubahan apa yang
dikehendaki. Dalam hal ini konselor konseling kelompok meminta para klien untuk
mengkhususkan perilaku apa yang benar-benar ingin diubahnya, dan perilaku baru
yang ingin diperolehnya. Deskripsi umum yang samar-samar tentang perilaku itu
tidak bermanfaat untuk dijadikan titik pangkal dari konseling, dan oleh karena
itu tidak dapat diterima sebagai pembatasan.
Tujuan Terapetik yang tepat
Dalam
kebanyakan konseling, tahap-tahap pertama dari kegiatan konseling kelompok
diarahkan kepada perumusan pernyataan yang khusus mengenai tujuan pribadi yang
ingin dicapai oleh setiap anggota kelompok. Hal ini berkenaan dengan perilaku
kongkrit yang bermasalah yang ingin mereka pelajari selama berada dalam
kelompok tersebut. Perilaku yang secara khas ingin mereka ubah mencakup:
mengurangi kecemasan, menghilangkan fobi yang mengganggu fungsi mereka sebagai
individu, mengurangi berat badan yang berlebihan, dan menghilangkan segala
macam kecanduan (merokok, minum-minuman keras, dan obat bius). Keterampilan
baru yang pada umumnya mereka ingin peroleh di antaranya adalah :
(1) belajar
bertanya secara jelas dan langsung mengenai apa yang mereka inginkan
(2) memperoleh
kebiasaan yang mengarah kepada kesantaian fisik dan psikologis
(3) mampu
mengatakan “tidak” tanpa perasaan bersalah
(4) belajar
bersifat tegas (assertive) tanpa menjadi agresif
(5)
mengembangkan
metoda khusus untuk mengendalikan diri, seperti latihan secara
teratur, mengendalikan pola jadwal makan, dan menghilangkan tekanan psikologis
teratur, mengendalikan pola jadwal makan, dan menghilangkan tekanan psikologis
(6) pemantauan
diri mengenai perilaku atau kognisinya sendiri sebagai jalan untuk
mendatangkan perubahan
mendatangkan perubahan
(7) belajar
memberikan dan menerima balikan yang positif dan negatif
(8) mampu
mengenal dan menantang pola pikir yang merusakkan diri sendiri atau
pernyataan diri yang irasional
pernyataan diri yang irasional
(9) belajar
tentang keterampilan sosial dan keterampilan berkomunikasi
(10) mengembangkan
strategi pemecahan masalah untuk menangani berbagai situasi yang
dihadapi dalam kehidupan.
dihadapi dalam kehidupan.
Dalam hal ini, tugas konselor kelompok adalah merinci
dan memilih tujuan umum menjadi tujuan yang khusus, kongkrit, dan dapat diukur
yang dapat ditelusuri dengan sistematik. Misalnya, apabiola seorang klien
menyatakan bahwa dia ingin merasa lebih memadai dalam situasi-situasi sosial,
maka konselor akan bertanya: “Dalam keadaan khusus yang bagaimana Anda merasa
memadai? Dapatkah Anda memberikan contoh situasi seperti apa yang menyebabkan
Anda merasa memadai? Dengan cara khusus manakah Anda ingin mengubah perilaku
Anda?” Kelompok dapat menolong para anggotanya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab itu, sehingga perilaku yang diinginkan
menjadi jelas dan kongkrit bagi klien maupun bagi anggota kelompok lainnya.
sumber
http://konselorsekolah.blogspot.com/2012/08/terapi-konseling-perilaku.html